Selasa, 23 Desember 2008 di 05.20 |  
Pemuda harapan bangsa. Kalimat itu seharusnya tak hanya dijadikan hiasan belaka. Kalmat tersebut harus dibuktikan dalam realita.

Jika melihat fakta yang ada, kalimat ‘Pemuda Harapan Bangsa’ belum terbukti dalam sebuah realita. Yang ada malah pemuda yang boro – boro menjadi harapan bangsa, hanya sekedar menjadi harapan orangtua pun tak pantas. Sekarang mari kita intip keadaan kota – kota besar di Indonesia. Bobroknya masa depan Indonesia dapat dilihat di wilayah ibukota pada malam hari. Coba tengok di kota, gtenerasi kita sudah terpengaruh westernisasi yang sangat luar biasa kuatnya. Jangankan untuk belajar untuk menjaga bangsa, sekedar menjaga kehormatan diri sendiri pun mereka tidak bisa. Coba lihat, sex bebas dimana – mana, generasi pecinta narkoba, hingga kasus bunuh diri di kalangan remaja sudah kita anggap sesuatu hal yang wajar. Kenapa itu bisa terjadi? Bukankah ini sangat bertentangan dengan jargon ‘Pemuda Harapan Bangsa’?

Indonesia sangat membutuhkan pemimpin baru. Pemimpin yang tidak hanya mementingkan urusan perut belaka, namun juga memikirkan masa depan bangsa. Kita butuh sosok bapak yang dapat memotivasi pemuda ‘kembali’ menjadi harapan bangsa seperti pemuda – pemuda jenius jaman Pak Soekarno dulu. Kita butuh pemimpin yang memancing bangsa untuk berbuat. Bukan pemimpin yang memancing bangsa untuk omong doank.

Masalah sekarang bukanlah ada tidaknya pemuda produktif yang bisa menjadi harapan bangsa. Masalahnya, ada tidaknya solusi negara untuk menciptakan pemuda harapan bangsa. Karena, pemuda harapan bangsa itu tidak dilahirkan, tapi diciptakan. Sekarang, masalahnya ada nggak ‘pabrik’ yang mau menciptakan pemuda harapan bangsa?

Pemuda Harapan Bangsa

Pemuda adalah tulang rusuk bangsa. Hitam – putihnya suatu bangsa ditentukan oleh pemudanya. Pantaskah pemuda Indonesia menyandang beban tersebut? Jika dilirik dari sosok pemuda bangsa yang bobrok kehidupannya, tak jelas tujuan hidupnya, dan diragukan loyalitasnya, pantaskah Pemuda Indonesia menyandang beban tersebut? Itu adalah pertanyaan besar untuk disampaikan kepada para Pemuda Indonesia.

Generasi kita telah mengalami banyak perubahan dari zaman ke zaman. Sayangnya, banyak sekali perubahan yang sifatnya negatif. Contohnya, rasa nasionalisme generasi pemuda zaman sekarang jauh lebih buruk dari generasi – generasi sebelumnya. Generasi pemuda zaman sekarang cenderung masa bodoh dengan perjuangan para pahlawan muda zaman dulu. Yang penting, sekarang Indonesia sudah merdeka dan mereka tinggal menikmati hasilnya. Mental seperti inilah yang membuat hancurnya Generasi Indonesia masa kini.

Bayangkan, jika para pemuda Indonesia masa kini ditukar dengan pemuda Indonesia zaman proklamasi, entah sampai kapan Indonesia dijajah.

Masalah pemuda Indonesia sudah terlanjur besar. Bagi sebuah negara yang mempunyai salah satu sumber hukumnya adalah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, jika kasus – kasus yang bersifat akhlak sudah dianggap wajar, maka itu salah satu pertanda robohnya sumber hukum di negara tersebut. Pemuda Indonesia harusnya bukanlah apa yang digambarkan saat ini. Pemuda Indonesia harusnya dapat menjaga, menjunjung, serta mengangkat nama baik Indonesia. Kenapa yang ada malah mencemarkan nama baik Indonesia di mata Internasional?

Terror Westernisasi

Pemuda Indonesia sudah terlanjur hancur. Ibu Pertiwi sudah terlanjur kecewa kepada kita. Mental Pemuda Indonesia sudah diteror oleh banyak serangan Amerika, yaitu Westernisasi.

Apa itu Westernisasi? Itu adalah sebuah senjata Amerika untuk menghancurkan generasi penerus bangsa Indonesia. Yaitu dengan menjadikan gaya kebarat – baratan menjadi trend di Indonesia. Tentunya gaya kejelekan mereka. Indonesai telah diserang oleh 3F, fashion, food, fun.

Fashion, gaya pakaian remaja Amerika yang masya Allah, tidak pantas untuk disebut pakaian. Pakaian – pakaian seperti inilah yang menghancurkan moral bangsa. Pakaian – pakaian seperti inilah cikal bakal terjadinya perilaku seks bebas, pergaulan bebas, hingga banyaknya remaja Indonesia terjangkit penyakit HIV / AIDS.

Food, gaya mekanan Amerika yang mengajarkan kita untuk mendapatkan segalanya dengan praktis. Gaya makanan seperti ini membuat remaja menjadi malas melakukan sesuatu. Mereka malas membuat makanan alami, dan beralih ke makanan instant yang lebih murah dan mudah. Padahal, itu tidaklah cukup untuk memenuhi cakupan gizi yang harus dimiliki seseorang dalam sehari. Selain dari dampak Fisiknya, ada juga dampak dari psikologisnya. Mereka cenderung mengambil jalan pintas untuk mencapai sesuatu. Hal ini sangat berpengaruh terhadap mental Pemuda Indonesia yang cenderung malas atau tidak berani mengambil resiko atau tantangan. Mereka cenderung mengambil jalan pintas untuk mencapai sesuatu. Jika jalan yang diambil benar, maka itu tidak masalah. Namun, jika jalan yang diambil salah, sehingga membuat mereka tersesat, inilah yang menjadi masalah.

Fun, inilah westernisasi tersukses yang dilancarkan Amerika terhadap Pemuda Indonesia. Segala usia sudah dipengaruhi masalah ini. Anak – anak, diserang teror game. Game yang tentunya membuat anak – anak Indonesia malas bergera dan beraktifitas. Hal ini selain berpengaruh terhadap fisik anak Indonesia yang lemah, juga membuat pergaulan si Anak menjadi terbatas. Remaja, diserang berbagai macam terror. Mulai dari kesenangan merokok, kesenangan berperilaku seks bebas, kesenangan pergaulan bebas, hingga kesenangan narkotika. Dari semua itu, jelas tidak ada sifat baiknya sama sekali untuk masa depan generasi Pemuda Indonesia.

Sebenarnya, Amerika merupakan cerminan bagus, jika mau diambil sisi Positifnya. Mereka adalah bangsa yang cerdik, pekerja keras, dan loyal terhadap apa yang mereka pegang. Jika kita mampu mengambil itu semua, maka Westernisasi adalah sebuah solusi tepat bagi masalah keterpurukan bangsa.

Sayangnya, kenapa kita malah mengambil sisi negatif dari Westernisasi?

Para Senior Tidak Mendukung

Masalah sekarang, kenapa rakyat Indonesia seolah ditakdirkan bermental seperti itu? Kenapa rakyat Indonesia tidak mempunyai Jepang dengan prinsip Kaizennya? Kenap rakyat Indonesia tidak menggunakan prinsip Singapura yang kecil tapi berarti Besar?

Salah satu penyebabnya adalah pembodohan pemerintah terhadap rakyatnya sendiri.

Contohnya, masalah lamanya Indonesia dijajah. Dalam kurikulum mata pelajaran Sejarah di sekolah manapun di Indonesia, disebutkan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama kurang lebih 3,5 abad, atau 350 tahun. Benarkah? Kenyataannya, nama Indonesia sendiri baru dipakai dan dikenal pada tahun 19,,,. Dan nama itu pun baru dipublikasikan pada tahun 1908 pada saat sumpah pemuda. Jika benar seperti itu, maka Indonesia telah mengakui kelemahan yang sebenarnya tidak dimilikinya. 350 tahun sebelum kemerdekaan, tidak dikenal sebuah negara dengan nama Indonesia. Maka salah betul jika seorang menyebutkan bahwa Indonesia dijajah selama 350 yahun oleh Belanda.

Sayangnya, hingga saat ini tidak banyak orang yang mengkritisi pernyataan tersebut. Hal ini seolah telah disengaja agar membentuk mental rakyat Indonesia yang bobrok dan bermental dijajah. Siapa yang berani berbuat seperti itu?

Masalah lain yang tak kalah besar di bumi Indonesia adalah para pemimpin bangsa yang tidak bisa memimpin bangsa. Mereka lebih cenderung memikirkan perutnya sendiri ketimbang memikirkan rakyatnya. Hal ini tidak bisa disangkal lagi. Perlukah saya meyebutkan data korupsi di Indonesia? Perlukah saya menyebutkan data warga miskin di Indonesia, beserta data kekayaan para pejabat di Senayan sana? Perlukah saya menyebutkan data anak – anak malang yang tidak mampu melanjutkan sekolah? Perlukah saya menyebutkan data sarjana nganggur di Indonesia? Perlukah?

Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia. Pada IPK, nilai terburuk adalah 0. Pada 2006, IPK Indonesia adalah 2,4. Sedangkan IPK pada 2007 adalah 2,3. Sedangkan negara tetangga Indonesia, Malaysia, memiliki skor yang jauh lebih baik dari Indonesia yakni 5,1.

Angka kemiskinan di Indonesia, sebanyak 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat ini. Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp 30.000,00. Padahal, rata – rata para pejabat di Senayan sana mampu bergaji kurang lebih Rp. 20 juta per bulannya. Atau bahkan lebih.

Kemudian dari segi pendidikan. Pada tahun 2002 terdapat sekitar 1,8 juta anak SD berusia 7 – 12 tahun, dan 4,8 juta anak usia 13 – 15 tahun yang tidak bersekolah. Di SD, dari 10 anak yang putus sekolah, 6 di antaranya anak perempuan dan 4 lainnya anak laki-laki. Walaupun proses WaJar 9 tahun cukup berjalan, tahun ajaran 2005/2006 – 2006-2007 masih terdapat jumlah anak yang drop out atau putus sekolah dasar sebanyak 615.411 anak karena masalah biaya pendidikan yang terus melonjak-lonjak. Sedangkan, dana BLT untuk pendidikan yang diberikan mampu mencapai miyaran rupiah. Dikemanakan semua uang itu, pak?

Dan sekarang, kita lanjut dari nilai pengangguran. ‘Kontribusi’ Indonesia pada angka pengangguran di wilayah ASEAN sudah mencapai 60%. Pengangguran di Indonesia disebutkan sekitar 40-jutaan bahkan lebih, karena tahun ini jumlahnya semakin bertambah menyusul banyaknya industri yang melakukan PHK menyusul kesulitan gas dan listrik.

Sungguh memprihatinkan melihat data – data tersebut. Mau dikemanakn semangat nasionalise para Pemuda pada zaman proklamasi dulu? Apakah kita sudah benar – benar melupakan jasa para pahlawan kita dulu? Ya, sekarang ini memang sedang dicari pahlawan masa kini yang memiliki mental masa perjuangan. Adakah diantara kita..??

Semua permasalahan tersebut tidak disikapi serius oleh pemerintah. Namun, adilkah jika kita terus-menerus menyalahkan pemerintah..?? sebenarnya, kesadaran yang palig utama adalah terletak pada diri kita sendiri.

-Muhammad Fathan Mubina-
x2-6th generation/Q-Smart/SMAamQ
Diposting oleh fathan