Minggu, 23 November 2008
di
21.54
|
Andaikan saja, aku menjadi guru. Mungkin aku tak akan banyak berharap pada para pejabat, untuk membenahi bangsa yang kacau ini. Malah, mereka yang akan berharap kepadaku. Berharap aku dapat menghasilkan pemuda-pemuda terbaik untuk negeri ini. Untuk memperbaiki bangsa yang kacau ini. Menghasilkan pemudi yang bisa memperjuangkan emansipasi. Yang sesuai dengan nafas nasionalis. Bela negara, cintai tanah air dan bangga terhadap pejuang bangsa.
Andai aku jadi guru, tak terbayang bagaimana repotnya aku. Menghadapi remaja-remaja yang manja akan harta orangtua. Menganggap harta adalah segalanya. Bagaimana kehidupanku nanti? Aku tak tahu. Semuanya adalah takdir Illahi. Namun, andaikan aku jadi guru, aku akan bangga. Bangga menjadi faktor utama pembentuk masa depan bangasa ini. Bangga menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Bangga terhadap anak didikku. Bangga terhadap diriku sendiri. Bisa jadi..
Semua itu menjadi khayalanku di masa kini. Masa dimana guru tak lagi dihormati. Masa dimana guru malah dicaci maki. Akankah semua itu terulang lagi nanti? Ketika aku menjadi guru, apakah aku tak akan dihormati? Jangan…!!!
Untuk merubah masa nanti saat aku jadi guru, aku harus merubah masa kini. Merubah sikap kepada guruku. Akankah itu merubah masa nanti? Semoga..
Andai aku jadi guru, akankah aku sanggup memikul beban itu? Beban dari harapan semua orang yang perduli terhadap negara ini. Karena aku adalah harapan bangsa. Harapan pembentuk mental dan moral bangsa di masa depan. Agar bangsa ini tetap ada. Agar mental bangsa ini tidak cengeng. Agar moral bangsa ini tidak melenceng. Sanggupkah aku..??
Apakah guru itu benar adanya seorang penentu masa depan bangsa? Jika iya, kenapa sekarang guru malah diinjak-injak? Kenapa siswa tidak memiliki rasa hormat kepada gurunya? Kenapa profesi ini seolah-olah tidak berarti? Padahal, Jepang sukses karena perduli terhadap guru-guru disana. Kenapa Indonesia tidak? Apakah Indonesia terlalu sombong untuk menghormati guru? Apakah mental para pemuda tak lagi seperti dulu?
Ketika aku jadi guru, apakah aku akan bertahan? Menghadapi hidup yang keras, mendidik anak-anak bangsa, menetukan masa depan bangsa, sanggupkah aku? Mungkin aku tidak sanggup. Melihat sikap pemerintah terhadap guru saat ini. Mungkin aku sanggup, melihat hebatnya peranan guru terhadap masa depan suatu bangsa. Melihat besarnya kobaran api semangat dimatamu, guruku..
Serangkaian kata diatas mungkin dapat mewakili perasaan para siswa SMA -khususnya- saat ini. Ya, para pahlawan tanpa tanda jasa ini sekarang tengah dalam posisi kurang mengenakan. Para guru sekarang kurang begitu dihormati oleh siswa, dan kurang diperhatikan oleh pemerintah. Padahal, fakta bahwa guru adalah penentu masa depan suatu bangsa sudah terbukti.
Kita dapat melihat fakta di Jepang. Kenapa Jepang menjadi daerah industri yang hebat? Kenapa Jepang menjadi negara termaju di Asia? Kenapa Jepang menjadi negara yang kekuatannya sangat dsegani di Dunia? Karena gurunya. Ingatlah ketika mereka (Jepang) hancur dibombardir oleh bom atom Amerika. Hal pertama yang dikhawatirkan oleh pemerintahan Jepang adalah kondisi para guru mereka. Mereka tidak menanyakan kondisi prajuritnya, industrinya, bahkan staf kerajaannya. Mereka menanyakan bagaimana kondisi gurunya. Dan buktinya, mereka menjadi salah satu kekuatan terbesar di dunia.
Mari lontarkan pertanyaan serupa kepada bangsa kita tercinta. Kenapa Indonesia menjadi negara lemah, dan tidak berdaya? Padahal Sumber Daya Alam di Indonesia sangat berlebih dan sangat jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Jepang? Saya rasa anda tahu jawabannya. Sekali lagi saya tegaskan, guru adalah penentu masa depan suatu bangsa. Bangsa kita memerlukan regenerasi dari anak-anak bangsa yang berkualitas. Karena jika diibaratkan, bangsa itu layaknya api unggun. Dibutuhkan kayu-kayu baru yang kuat agar dapat membuat api terus menyala dengan besar. Dan orang yang harus memelihara, merawat, dan menjaga pohon-pohon tersebut agar menghasilkan batang-batang yang kuat adalah guru.
Ironisnya, terkadang guru jugalah yang menebang pohon itu sebelum waktunya. Mereka yang menebang potensi-potensi anak didiknya. Terkadang, guru men-cap bahwa muridnya tidak memiliki bakat, sehingga membuat mereka putus asa. Selain itu, gelar ‘tanpa tanda jasa’ tampaknya sulit untuk disematkan lagi kepada mereka. Kini kita mengenal istilah UUD (Ujung-ujungnya Duit). Banyak kasus siswa di drop-out oleh sekolah karena tidak memiliki uang untuk membiayai sekolah mereka. Terakhir patut kita bersedih, karena semakin banyak guru-guru melakukan tindakan kriminal terhadap anak didiknya sendiri. Kenapa bisa terjadi demikian? Tampaknya, ujung dari semua pertanyaan itu adalah pemerintah. Umumnya, tindakk kriminal terjadi karena kurangnya kesejahteraan hidup. Dan orang yang harus mensejahterakan guru bangsa adalah pemerintah. Betul gak?
Benarkah pemerintah sudah memperhatikan guru? Mungkin ya, tapi di sekolah-sekolah elite. Bagaimana nasib guru-guru di sekolah miskin yang terpencil di sudut desa? Mereka kurang mendapat sokongan dana dari pemerintah. Begitu juga dengan guru-guru sekolah swasta yang miskin. Contoh, kita bisa lihat tayangan Film Laskar Pelangi. Terlihat betul perbedaan antara sekolah negeri dan swasta di sana. Bagaimana nasib gurunya? Mereka hanya mendapat kepuasan batin. Sungguh luar biasa jika seluruh guru di Indonesia memiliki sifat seperti Bu Muslimah di film tersebut.
Namun semua itu nampaknya sulit untuk dilaksanakan. Sosok Bu Muslimah pada film tersebut nampaknya terlalu sulit diwujudkan guru-guru di Indonesia. Kobaran semangat ikhlas dan benar-benar tanpa tanda jasa tersebut sulit untuk ditemukan di bumi pertiwi.
Tampaknya, satu-satunya solusi bagi pendidikan di Indonesia yang menurut saya tidak jelas ini adalah pemerintah. Merekalah wakil rakyat yang patut menjadi harapan untuk memperbaiki kondisi ini. Mereka yang harus memperhatikan guru-guru, agar dapat menghasilkan tunas-tunas terbaik bagi bangsa ini. Adalah suatu keutusan tepat apabila subsidi bagi pendidikan ada yang ditambahkan kepada gaji guru. Bagaimanapun juga, mereka adalah penentu masa depan bangsa kita. Kalau mereka tidak mengajar dengan baik, karena memikirkan kesejahteraan mereka, apa jadinya tunas-tunas bangsa kita? Bisa-bisa malah belajar korupsi, dengan mencontek saat ulangan.
Sebenarnya, semua berakhir pada diri kita sendiri. Apakah kita sebagai pelajar mampu menyerap ilmu yang diberikan guru kita? Masa depan ada di tangan kita. Tapi, guru yang membimbing kita untuk menentukan masa depan tersebut.
Muhammad Fathan Mubina / X2
Andai aku jadi guru, tak terbayang bagaimana repotnya aku. Menghadapi remaja-remaja yang manja akan harta orangtua. Menganggap harta adalah segalanya. Bagaimana kehidupanku nanti? Aku tak tahu. Semuanya adalah takdir Illahi. Namun, andaikan aku jadi guru, aku akan bangga. Bangga menjadi faktor utama pembentuk masa depan bangasa ini. Bangga menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Bangga terhadap anak didikku. Bangga terhadap diriku sendiri. Bisa jadi..
Semua itu menjadi khayalanku di masa kini. Masa dimana guru tak lagi dihormati. Masa dimana guru malah dicaci maki. Akankah semua itu terulang lagi nanti? Ketika aku menjadi guru, apakah aku tak akan dihormati? Jangan…!!!
Untuk merubah masa nanti saat aku jadi guru, aku harus merubah masa kini. Merubah sikap kepada guruku. Akankah itu merubah masa nanti? Semoga..
Andai aku jadi guru, akankah aku sanggup memikul beban itu? Beban dari harapan semua orang yang perduli terhadap negara ini. Karena aku adalah harapan bangsa. Harapan pembentuk mental dan moral bangsa di masa depan. Agar bangsa ini tetap ada. Agar mental bangsa ini tidak cengeng. Agar moral bangsa ini tidak melenceng. Sanggupkah aku..??
Apakah guru itu benar adanya seorang penentu masa depan bangsa? Jika iya, kenapa sekarang guru malah diinjak-injak? Kenapa siswa tidak memiliki rasa hormat kepada gurunya? Kenapa profesi ini seolah-olah tidak berarti? Padahal, Jepang sukses karena perduli terhadap guru-guru disana. Kenapa Indonesia tidak? Apakah Indonesia terlalu sombong untuk menghormati guru? Apakah mental para pemuda tak lagi seperti dulu?
Ketika aku jadi guru, apakah aku akan bertahan? Menghadapi hidup yang keras, mendidik anak-anak bangsa, menetukan masa depan bangsa, sanggupkah aku? Mungkin aku tidak sanggup. Melihat sikap pemerintah terhadap guru saat ini. Mungkin aku sanggup, melihat hebatnya peranan guru terhadap masa depan suatu bangsa. Melihat besarnya kobaran api semangat dimatamu, guruku..
Serangkaian kata diatas mungkin dapat mewakili perasaan para siswa SMA -khususnya- saat ini. Ya, para pahlawan tanpa tanda jasa ini sekarang tengah dalam posisi kurang mengenakan. Para guru sekarang kurang begitu dihormati oleh siswa, dan kurang diperhatikan oleh pemerintah. Padahal, fakta bahwa guru adalah penentu masa depan suatu bangsa sudah terbukti.
Kita dapat melihat fakta di Jepang. Kenapa Jepang menjadi daerah industri yang hebat? Kenapa Jepang menjadi negara termaju di Asia? Kenapa Jepang menjadi negara yang kekuatannya sangat dsegani di Dunia? Karena gurunya. Ingatlah ketika mereka (Jepang) hancur dibombardir oleh bom atom Amerika. Hal pertama yang dikhawatirkan oleh pemerintahan Jepang adalah kondisi para guru mereka. Mereka tidak menanyakan kondisi prajuritnya, industrinya, bahkan staf kerajaannya. Mereka menanyakan bagaimana kondisi gurunya. Dan buktinya, mereka menjadi salah satu kekuatan terbesar di dunia.
Mari lontarkan pertanyaan serupa kepada bangsa kita tercinta. Kenapa Indonesia menjadi negara lemah, dan tidak berdaya? Padahal Sumber Daya Alam di Indonesia sangat berlebih dan sangat jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Jepang? Saya rasa anda tahu jawabannya. Sekali lagi saya tegaskan, guru adalah penentu masa depan suatu bangsa. Bangsa kita memerlukan regenerasi dari anak-anak bangsa yang berkualitas. Karena jika diibaratkan, bangsa itu layaknya api unggun. Dibutuhkan kayu-kayu baru yang kuat agar dapat membuat api terus menyala dengan besar. Dan orang yang harus memelihara, merawat, dan menjaga pohon-pohon tersebut agar menghasilkan batang-batang yang kuat adalah guru.
Ironisnya, terkadang guru jugalah yang menebang pohon itu sebelum waktunya. Mereka yang menebang potensi-potensi anak didiknya. Terkadang, guru men-cap bahwa muridnya tidak memiliki bakat, sehingga membuat mereka putus asa. Selain itu, gelar ‘tanpa tanda jasa’ tampaknya sulit untuk disematkan lagi kepada mereka. Kini kita mengenal istilah UUD (Ujung-ujungnya Duit). Banyak kasus siswa di drop-out oleh sekolah karena tidak memiliki uang untuk membiayai sekolah mereka. Terakhir patut kita bersedih, karena semakin banyak guru-guru melakukan tindakan kriminal terhadap anak didiknya sendiri. Kenapa bisa terjadi demikian? Tampaknya, ujung dari semua pertanyaan itu adalah pemerintah. Umumnya, tindakk kriminal terjadi karena kurangnya kesejahteraan hidup. Dan orang yang harus mensejahterakan guru bangsa adalah pemerintah. Betul gak?
Benarkah pemerintah sudah memperhatikan guru? Mungkin ya, tapi di sekolah-sekolah elite. Bagaimana nasib guru-guru di sekolah miskin yang terpencil di sudut desa? Mereka kurang mendapat sokongan dana dari pemerintah. Begitu juga dengan guru-guru sekolah swasta yang miskin. Contoh, kita bisa lihat tayangan Film Laskar Pelangi. Terlihat betul perbedaan antara sekolah negeri dan swasta di sana. Bagaimana nasib gurunya? Mereka hanya mendapat kepuasan batin. Sungguh luar biasa jika seluruh guru di Indonesia memiliki sifat seperti Bu Muslimah di film tersebut.
Namun semua itu nampaknya sulit untuk dilaksanakan. Sosok Bu Muslimah pada film tersebut nampaknya terlalu sulit diwujudkan guru-guru di Indonesia. Kobaran semangat ikhlas dan benar-benar tanpa tanda jasa tersebut sulit untuk ditemukan di bumi pertiwi.
Tampaknya, satu-satunya solusi bagi pendidikan di Indonesia yang menurut saya tidak jelas ini adalah pemerintah. Merekalah wakil rakyat yang patut menjadi harapan untuk memperbaiki kondisi ini. Mereka yang harus memperhatikan guru-guru, agar dapat menghasilkan tunas-tunas terbaik bagi bangsa ini. Adalah suatu keutusan tepat apabila subsidi bagi pendidikan ada yang ditambahkan kepada gaji guru. Bagaimanapun juga, mereka adalah penentu masa depan bangsa kita. Kalau mereka tidak mengajar dengan baik, karena memikirkan kesejahteraan mereka, apa jadinya tunas-tunas bangsa kita? Bisa-bisa malah belajar korupsi, dengan mencontek saat ulangan.
Sebenarnya, semua berakhir pada diri kita sendiri. Apakah kita sebagai pelajar mampu menyerap ilmu yang diberikan guru kita? Masa depan ada di tangan kita. Tapi, guru yang membimbing kita untuk menentukan masa depan tersebut.
Muhammad Fathan Mubina / X2
Diposting oleh
fathan
0 komentar:
Posting Komentar